Begitulah gambaran dari diadakannya Festival Hantu Kelaparan di China. Festival ini diadakan pada tanggal 15 bulan 7 dalam kalender Tionghoa yang juga dikenal sebagai Bulan Hantu.
Konon, dalam bulan itu ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka sedang terbuka. Hantu-hantu yang ada di dalamnya turun ke bumi dan bergabung dengan alam manusia.
Agar terhindar dari ulah jahat dan gangguan dari hantu-hantu itu, maka manusia pun berusaha untuk membujuknya atau merayunya dengan memberinya aneka sesajian berupa dupa serta makanan dan minuman yang lezat. Aneka ornamen yang berwarna-warni juga dipasang di berbagai tempat sehingga suasananya menjadi tampak meriah.
Ada pula pendapat yang mengatakan tradisi ini untuk pemujaan leluhur dan kewajiban untuk berbakti kepada orang tua ataupun kakek nenek semasa hidup maupun setelah mereka meninggal.
Pada puncaknya adalah dibuatnya ornamen-ornamen yang berukuran cukup besar dengan wujudnya berupa sosok hantu. Ornamen itu terbuat dari bambu, kertas dan kain beraneka warna dengan berbagai ornamennya. Di beberapa tempat lainnya juga ada yang menyalakan lampion dan perahu kertas di air.
Setelah semuanya siap dan rangkaian prosesi dilakukan, hantu-hantu itupun dibakar bersama dengan ribuan lembaran kertas doa dan uang kertas.
Tradisi ini pada awalnya dilakukan oleh para petani sebgagai penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewa . Tujuannya agar panen yang biasanya jatuh di musim gugur bisa mendapatkan hasil yang berlimpah.
Tetapi dengan adanya pengaruh Buddhisme, hal itu kemudian memunculkan kepercayaan mengenai hantu-hantu yang kelaparan (makhluk Preta) dan perlu diberi jamuan saat kehadiran mereka di dunia.
Seiring dengan perkembangan masa, Festival Hantu Kelaparan ini tidak hanya diadakan di China saja. Tetapi juga di negara lainnya yang terdapat etnis Tionghoa.Sepintas tradisi ini mirip dengan tradisi Ogoh-ogoh di Bali, tetapi tentu saja nuansa etnik dan budayanya berbeda jauh tetapi tetap menarik dan eksotis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar