Sabtu, 27 Juni 2015

Festival Jeruk Lemon Yang Unik Di Perancis


Suasana hari itu tampak semarak sekali.Ada banyak bangunan dengan berbagai bentuk dan ornamennya seolah memanggil dan menyapa setiap orang untuk mendekat dan mengunjunginya. 


Yang menarik, aneka bentuk bangunan dan ornamen itu tersusun dari jutaan butir buah jeruk lemon.



Di antara bangunan itu ada yang berupa bangunan kuil di Tiongkok dengan patung naganya, menara Eiffel, mobil, kereta api, rumah, gajah, ikan , gitar dan sebagainya.
 

Perpaduan komposisi dari dua warna buah lemon yaitu kuning dan oranye semakin menambah pesona keindahannya.



Begitulah gambaran suasana dalam Festival Jeruk Lemon yang diadakan setiap tahun di kota Menton - Perancis dan sudah diadakan sejak tahun 1929.


Saat itu, kota Menton merupakan produsen utama dari buah lemon. Keberhasilan tersebut dirayakan oleh kota Menton dengan sebuah perayaan yang penuh dengan bunga di sebuah kebun jeruk di Riviera Hotel. 


Ternyata perayaan ini berlangsung dengan dan  sukses menarik banyak pengunjung. Oleh karena itu, perayaan ini kemudian dijadikan acara tahunan oleh kota Menton. Pada tahun 1934, Festival ini dinamakan  Festival Lemon atau Fête du Citron dalam bahasa Perancis.

 
Peserta festival ini adalah daerah-daerah yang ada di Perancis. Selain itu juga ada perwakilan dari beberapa negara lainnya yang mengirimkan seniman dengan karya terbaiknya.


Selain penampilan aneka bangunan dari buah jeruk lemon, pada festival ini juga diadakan parade aneka kostum yang spektakuler dan marching band. 


Pada malam hari juga ada pesta kembang api di Teluk Mediterania yang menjadikan suasananya semakin indah dan semarak.



















Rabu, 24 Juni 2015

Semaraknya Festival Las Fallas Di Spanyol

Patung-patung dengan aneka bentuk itu tampak sangat indah sekali. Selain ukurannya yang cukup besar dan tinggi, penggarapannya juga sangat detail dengan ekspresi dan warna yang artistik. Benar-benar sebuah karya seni yang indah dan mengagumkan.

 
Siapa sangka jika patung-patung indah itu akhirnya berujung pada kobaran api yang meluluhlantakkannya.Ya, pada akhir acara, patung-patung itu akhirnya harus dibakar hingga tak bersisa. 

 
Begitulah gambaran dari Festival Las Fallas, festival budaya tahunan yang diadakan setiap tanggal 15-19 Maret  oleh warga Valencia, kota terbesar ketiga di Spanyol . Konon , festival ini sudah diadakan  sejak zaman pertengahan .


Pada saat itu festival dirayakan oleh warga setempat dengan api unggun dan membakar sisa persediaan barang-barang kebutuhan yang sebelumnya mereka tumpuk untuk menghadapi musim dingin. 


Dengan masuknya agama Kristen, tradisi yang bersifat pemborosan dan tak ada gunanya itu kemudian digabungkan dengan peringatan terhadap St. Joseph yang kemudian mengawali tradisi festival Fallas.

 
Tak ada lagi bahan persediaan makanan yang dibakar. Sebagai gantinya , mereka membakar Fallas atau boneka dan patung yang berukuran besar dan tinggi. Selain itu mereka juga membakar Ninot, boneka yang berukuran lebih kecil.




Festival Las Fallas ini biasanya berlangsung selama lima hari. Setiap hari acara dimulai jam 8 pagi yang  dibuka dengan La Despert, yaitu sekelompok marching band yang akan berkeliling kota dan  memainkan musik keras-keras untuk membangunkan warga. 

 

Seakan tak mau kalah, di belakang barisan marching band ada rombongan warga yang menyalakan petasan untuk memeriahkan suasana.


Pada tanggal 17 sampai 18 Maret ada momen yang disebut  L'Ofrena de flors, dimana warga mengenakan pakaian tradisional, berdansa, dan mempersembahkan bunga-bunga untuk Virgen de los Desamparados, santo pelindung Valencia.


Pada hari terakhir Las Fallas, ada parade Cabalgata del Fuego atau parade api di sepanjang Jalan Colon dan Porta de la Mar square.  Saat petang menjelang, dimulailah momen Nit del Foc. Saat itu suara dan gemerlap cahaya kembang api tampak memenuhi langit malam. Begitu pula dengan aksi marching band yang tak henti-hentinya memainkan musik tradisional. 


Hampir di setiap blok selah saling berlomba membuat dan menyalakan petasan dengan suara paling keras. Pada saat puncak perayaan itulah seluruh Fallas dan Ninot dibakar. Fallas yang paling besar disisakan untuk dibakar terakhir saat La Crema, mendekati tengah malam.


Festival Las Fallas ini mengingatkan saya pada tradisi Ogoh-ogoh di Bali dalam rangkaian hari Raya Nyepi. Tentu saja berbeda bentuk patung , kostum dan musik tradisional yang mengiringinya sesuai dengan budaya setempat.










Senin, 22 Juni 2015

Tradisi Berburu Cacing Yang Unik Di Inggris


Bagi banyak orang, cacing mungkin merupakan hewan yang menjijikkan. Tubuhnya yang lunak dan berlendir menjadikan banyak yang tidak mau memegangnya. Tetapi berbeda halnya dengan yang ada di Inggris.


Di sana justru ada tradisi berburu cacing pada setiap tahunnya dan bahkan tradisi itu kemudian berkembang menjadi kompetisi. Tradisi itu bernama Worm Charming dan pertama kali diadakan di  Desa Nantwich, Chesire pada tahun 1980. 


Orang yang pertama kali memperkenalkan olahraga memancing cacing ini adalah Tom Shufflebotham, seorang warga lokal Nantwich. 


Ia mengenalkan  kegiatan yang aneh dan  unik ini pada 5 Juli 1980 dan  saat itu ia berhasil mendapatkan 511 ekor cacing tanah dalam waktu setengah jam.


Cara mengikuti kompetisi ini cukup mudah. Para peserta hanya diwajibkan mematuhi 18 peraturan yang telah ditetapkan. Diantaranya adalah setiap peserta hanya memiliki wilayah perburuan seluas 3 x 3 m2 saja. 

 
Mereka diperbolehkan memainkan musik apa saja untuk menarik perhatian atau memancing cacing agar keluar dari tanah. Tapi mereka tidak diperbolehkan menggali tanah dan menggunakan obat-obatan termasuk air. 


Dalam waktu yang telah ditentukan ,orang yang bisa mengumpulkan cacing tanah paling banyak dan  dari petaknya dan telah dihitung hasilnya oleh juri akan dinyatakan sebagai pemenang.

 
Yang menarik, cacing tanah sangat peka terhadap getaran suara. Biasanya , hewan itu akan naik ke permukaan tanah kalau mendengar suara atau getaran yang khusus. 


Hal inilah yang membuat para peserta memiliki cara sendiri untuk bisa membantu memancing cacing tanah ke permukaan . Diantaranya dengan memukul dan bahkan menggedor tanah supaya cacing naik ke permukaan.


Salah satu metode tradisional yang biasa digunakan adalah dengan menancapkan garpu berkebun dan memukul gagangnya dengan menggunakan kayu sehingga gigi garpu bergetar ke bawah tanah dan menghasilkan frekwensi tinggi.

 
Dalam perkembangannya, selain ada banyak alat musik yang digunakan, di antara peserta itu bahkan juga ada yang mengenakan kostum-kostum yang unik dan kreatif.














Kamis, 18 Juni 2015

Tradisi Pernikahan Ular Phyton Yang Unik Di Kamboja

Ada banyak tradisi pernikahan di dunia. Tetapi untuk tradisi pernikahanyang satu ini cukup unik dan beda karena yang menjadi pengantin bukanlah manusia tapi sepasang ular phyton yang berukuran cukup besar.


Tentu tradisi itu terasa menegangkan karena walaupun tidak berbisa, tetapi ular phyton memiliki kemampuan melilit dan meremukkan korban yang lengah dan ada di sekitarnya.



Tradisi ini biasa diadakan di desa Svay Rolum, Kamboja. Ribuan orang hadir dalam upacara pernikahan itu. Pernikahan dilakukan di dalam ruangan yang dipimpin oleh biksu dengan mendekatkan kedua ular phyton itu. 


Selain itu juga dengan memercikkan air dan membacakan doa pada ular phyton di akhir akhir acara.Sedangkan warga melemparkan aneka bunga ke tubuh kedua ular phyton itu.

Tradisi ini dilakukan berdasarkan pesan dari peramal agar menjauhkan nasib buruk dan membawa kemakmuran serta kebahagiaan bagi desa.


Tradisi pernikahan ular phyton di Kamboja ini mengingatkan saya pada tradisi serupa tetapi beda satwa yaitu tradisi Manten Kucing ( pernikahan kucing ) di daerah Tulungagung - Jawa Timur.




Minggu, 14 Juni 2015

Serunya Bermain dan Berenang Dalam Lumpur

Bermain atau berenang dengan air tentu sangat menyenangkan. Apalagi jika air itu bersih, nyaman dan dengan lokasi yang rapi dan indah.Tetapi apa yang dilakukan oleh banyak orang ini justru sebaliknya.



Mereka tampak nyaman dan menikmati saat bermain dan berenang dalam lumpur. Entah bagaimana rasanya ketika lumpur itu mengenai dan melumuri sekujur wajah dan tubuh mereka. Apalagi dengan banyaknya orang yang seolah saling berebut lumpur di sana.



Begitulah gambaran suasana dalam Festival Lumpur Boryeong atau lebih dikenal dengan nama Boryeong Mud Festival. 


Selain sebagai sarana sarana penyadaran warga tentang manfaat dan khasiat lumpur Boryeong, festival yang sudah berlangsung sejak tahun 1998 dan  biasanya diadakan di bulan Juli ini juga ditujukan sebagai pembersihan spiritual dan fisik . 


Selain itu juga adanya mitos bahwa lumpur di sana bisa membuat awet muda dan berkulit halus bagi siapa saja yang menggunakannya.


Bahkan khasiat lumpur yang juga menjadi bahan kosmetika itu sudah dikaji dan dibuktikan dalam berbagai penelitian ilmiah seperti yang dilakukan oleh Korea Research Institute of Standards and Science, Korea Research Institute of Chemical Technology.


Lumpur Boryeong yang ditampung dalam bak berukuran sangat besar itu berasal dari lumpur yang dikumpulkan di sepanjang garis pantai dan telah diproses untuk menghilangkan kotoran, sehingga lumpur itu dianggap bersih.

 
Festival ini diadakan di Pantai Daecheon , Boryeong, Chungcheongnam-do yang Jaraknya sekitar 2,5 jam perjalanan dari Seoul - Korea Selatan.

 

Selain lumpur dengan warna alaminya yaitu abu-abu, di sana juga terdapat lumpur yang sudah diberi aneka warna. Sehingga mereka yang menggunakan lumpur warna itu tampak menjadi manusia yang berwarna-warni.














Minggu, 07 Juni 2015

Gemerlap Cahaya dan Warna Dalam Festival Diwali


India tak hanya dikenal karena produksi filmnya yang kolosal, goyangannya yang menggelora dan lagu-lagunya yang mendayu-dayu. Tetapi India juga dikenal dengan tradisi dan budayanya yang eksotis.



Salah satunya adalah tradisi Festival Diwali yang biasanya diadakan pada sekitar
bulan Oktober hingga November oleh umat Hindu di India. Karena dalam bahasa India, Diwali berarti barisan cahaya, festival Diwali juga dikenal dengan nama Festival Cahaya.



Sesuai dengan namanya, aneka cahaya dan warna memegang peranan penting dalam festival ini. Cahaya itu bisa berasal dari lilin, lentera, lampu , kembang api, dan sebagainya.


Dari aneka sumber cahaya, ada warga India yang lebih memilih menggunakan lampu minyak bersumbu dengan menggunakan wadah yang etnis dan tradisional. 


Bagi umat Hindu., cahaya menjadi sebuah tanda dari kesucian, keberuntungan dan kekuatan. Adanya pancaran cahaya itu juga melambangkan tidak adanya  kegelapan dan hawa jahat dari kehidupan manusia. 



Ketika mereka dikelilingi oleh cahaya, mereka berharap kehidupan mereka setahun ke depan akan senantiasa terjaga dan  terbebas dari segala kejahatan dan gangguan iblis. Sedangkan lampu-lampu ini diletakkan di setiap sisi rumah untuk menghalau semua hal jahat. 



Ada banyak versi yang berkisah tentang awal mula Festival Diwali ini dan setiap wilayah bagian India memiliki kisah yang berbeda. 


Legenda tentang Diwali terpopuler berasal dari India bagian utara. Kisah ini bermula ketika Lord Ram (Dewa Rama) pulang kembali ke Ayodhya setelah mengasingkan diri selama 14 tahun bersama istri dan keluarganya. 


Untuk merayakan kembalinya sang raja, warga India menyinari sekeliling mereka dengan cahaya. Tradisi inilah yang sampai sekarang masih dipegang kuat dan dirayakan dalam Diwali.




Sedangkan di India bagian selatan, Diwali dirayakan sebagai lambang kemenangan Dewi Durga melawan iblis Narakasura. 
 

Karena itu, warga di sini menyalakan lampu dan lilin pada hari Naraka Chaturdashi. Hal ini menandakan:  cahaya mengalahkan kegelapan , kebaikan berhasil mengalahkan kejahatan.